Saga, dalam sangkal ku jatuh cinta
Judul:
Saga, dalam sangkal ku jatuh cinta
Penulis:
Bianca Marvella
Penerbit:
PT Gramedia Pustaka Utama – M&C
Cetakkan:
Ke-1 (2019)
Rate:
4/5
*
Blurb:
Bersama
dengannya menyenangkan, saling bertukar tawa dalam ketidaksepakatan.
Bersama
dengannya membuatku nyaman, duduk berdua sambal mengingatkan ritme dalam
kebisuan.
Bersama
dengannya buatku lupa kami tidak bersama, bahwa aku sudah dengan yang lain,
tidak peduli dia dengan siapa
*
“Kamu
harus mencintai diri kamu sendiri, sebelum mencintai orang lain.”
--Thomas pada Miranda
Novel ‘Saga,
dalam sangkalku jatuh cinta’ mengangkat kisah remaja SMA yang berkaitan erat
dengan kisah cinta remaja ataupun cinta monyet.
Sebelum bahas lebih
lanjut, aku mau berkomentar mengenai kovernya yang menarik. Pada kover novelnya
terlihat sosok Saga yang sepertinya malu-malu kucing. Aku sangat menyukai
kovernya, warnanya karakter Saga dan warna latar belakang yang sangat terpadu.
Dalam novel
karangan Bianca Marvella, menceritakan perjalanan Saga yang pindah ke sekolah
kakaknya—Miranda—dengan alasan untuk menjaga sang kakak, yang ternyata tujuan
utamanya sedikit melenceng dengan kehadiran Dhara, cewek yang menjadi ketua
kelasnya sekaligus pencuri perhatiannya.
Sedangkan pada
karakter Dhara, cewek itu tengah terkekang dengan statusnya berpacaran dengan
ketua OSIS yang super sibuk, tidak mempunyai waktu untuk dirinya. Yang tiba-tiba
Saga mulai memasuki hidupnya hanya karena mendengarkan nama lengkap Dhara.
Ada apa dengan Saga?
Kenapa tiba-tiba langsung tertarik dengan Dhara hanya karena nama lengkapnya? Kalian
lebih baik baca sendiri, sangat menarik untuk dicari.
Kita mulai
pembahasannya, karena aku sangat gatal untuk segera membahasnya bersama kalian.
Dalam novel ‘Saga, dalam sangkalku jatuh cinta’ mempunyai dua permasalahan yang
cukup greget banget, yang pertama permasalahan pada karakter Dhara—Thomas,
dimana Thomas sang pacar selalu tidak menempati janji untuk nge-date bersama
Dhara atau lebih tepatnya mengesampingkan Dhara, Organisasi nomer satu dalam
hidup Thomas. Dan Dhara, terus-menerus berusaha untuk memahami Thomas, meskipun
berulang kali merasa teracuhka.
Permasalahan kedua
terletak pada karakter Saga dan Miranda. Mereka kakak adik, namun keluarga
mereka sudah tidak harmonnis lagi semeninggalnya mendiang Mamanya. Karakter
Papa dalam keluarga Saga Miranda sangatlah tidak patut untuk ditiru. Kenapa?
Karena sebagai Papa yang baik harusnya bisa menilai kedua anaknya secara adil,
bukan membanding-bandingkan sampai-sampai membuat Miranda depresi dan melakukan
secara cara untuk mendapatkan pujian/perhatian dari Papanya semata.
Permasalahan itu
mempunyai titik temu, saat Miranda mendekati Thomas meskipun cowok itu sudah
menyandang status berpacaran. Konfliknya cukup rumit, tapi kalian akan paham
ketika sudah mulai menyelami dunia Saga, seperti aku yang tidak berhenti
membaca sampai mendapatkan ending keempat karakter yang saling berkaitan satu
sama lain.
Pesan yang aku
dapat dari novel ini, cinta itu bukan harus memiliki. kalau cinta harus
memiliki, itu sama saja obsesi. Dan obsesi tidak akan membuahkan hasil, justru
membuahkan rasa sakit untuk diri sendiri ataupun orang sekitar.
Selain itu,
pesan moral lainnya yaitu kalian harus mencintai diri kalian sendiri barulah kalian
bisa mencintai orang lain. Kalau kalian tidak mencintai diri kali, cinta itu
akan menjadi obsesi semata pada orang yang kalian cintai.
Sekian dulu reviewnya, semoga novelnya karangan Bianca Marvella bisa membuat kita lebih mencintai diri kita dulu, baru kita mencari cinta sejati. Cie..elahh...
Stay Tuna

Comments
Post a Comment